PARANGMAYA – Tercatat lima poin konsensus, yang saat ini sedang didorong, oleh Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), untuk mewujudkan penyelesaian konflik di Myanmar, secara damai melalui diplomasi antar parlemen. Kelima konsesnsus ini disampaikan oleh Ketua BKSAP, Fadli Zon saat Webinar BKSAP dengan tema, “Peran DPR RI dalam mendorong Pelaksanaan 5 poin Konsensus ASEAN untuk Perdamaian di Myanmar”, Selasa, tanggal 27 Juli 2021.
Kelima poin Konsensus ASEAN untuk Perdamaian di Myanmar antara lain: (1) Kekerasan harus segera dihentikan (2) Dialog konstruktif antara semua pihak terkait (3)Utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi (4) ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan (5) Utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar.
Fadli menegaskan, bahwa tindakan pengambilalihan paksa pemerintahan Myanmar ,oleh militer tersebut ialah bentuk kemunduran demokrasi di negeri seribu paoda tersebut. Kudeta militer itu mengakibatkan banyak korban dari warga sipil, dan berimbas pada krisis kemanusiaan.
“Banyak warga sipil jadi korban dan terjadi krisis kemanusiaan. Kondisi di Myanmar juga menjadi taruhan keberadaan ASEAN sebagai lembaga antar bangsa yang menaungi kawasan Asia Tenggara,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, bahwa saat ini tantangannya adalah menghadapi ketidaksamaan persepektif, antara negara-negara ASEAN dalam memandang kasus Myanmar, serta prinsip non interference (tidak ikut campur) oleh negara-negara ASEAN.
Fadli sejak awal menegaskan bahwa posisi BKSAP, sudah lebih dulu memperhatikan isu-isu yang tengah berkembang di Myanmar, khususnya terkait advokasi kasus Rohingya. BKSAP menilai sikap tidak ikut campur, yang dilakukan negara ASEAN lainnya seharusnya tidak dimaknai bahwa ASEAN sebagai lembaga tersendiri. Namun, juga dihindari sikap pasif dari lembaga parlemen di negara ASEAN.
“Secara dinamis dan progresif, parlemen di negara-negara ASEAN punya posisi strategis menjadi peacemaker sesuai kapasitas dan mandat politik yang dimiliki. Dalam hal ini BKSAP sebagai ujung tombak diplomasi parlemen mempunyai mandat membantu diplomasi negara melaksanakan diplomasi antara parlemen,” urainya.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra menambahkan, bahwa dalam melakukan diplomasi BKSAP, adalah turut menyuarakan kepentingan nasional, serta memperjuangkan berbagai resolusi, yang bermanfaat bagi kepentingan publik dalam rangka menguatkan demokrasi. “Kami pun berupaya memasukkan isu Myanmar sebagai outcome document di berbagai organisasi parlemen dunia,” katanya.
Pada saat yang sama Wakil Ketua BKSAP, Mardani Ali Sera mengapresiasi pemerintah yang telah berinisiatif, mengumpulkan para pemimpin ASEAN untuk menuliskan kelima konsensus tersebut. Ia berharap konsensus itu tidak hanya tertulis di kertas saja, tapi juga diharapkan dapat terealisasi di lapangan agar konflik dan krisis di Myanmar tidak berkepanjangan.
Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Marzuki Darusman (Anggota Special Advisory Council for Myanmar, Former Chair of the UN Independent International Fact-Finding Mission on Myanmar, Ketua dan Pendiri Foundation for International Human Rights Reporting Standards), Sidharto R. Suryodipuro (Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia), Prof. Hikmahanto Juwana (Guru Besar Hukum Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia), dan Dr. Kirsten McConnachie, Myanmar expert, Associate Professor in Law, School of Law, University of East Anglia.***
Sumber : dpr.go.id