PARANGMAYA – Polisi masih menyelidiki dugaan impor ilegal obat antiparasit Ivermectin tahun lalu. Obat itu digunakan sebagai resep potensial melawan pandemi Covid-19, Dermawan Haryoseno mendapat pelajaran pahit. “Di dunia ini, untuk berbuat baik dan membantu orang tidaklah mudah.”katanya.
Harsen Laboratories selaku pemilik perusahaan farmasi, diduga melakukan kejahatan berupa membagikan sampel Ivermectin secara gratis, kepada sebagian besar kelompok-kelompok amal, sementara dia menunggu lebih dari setahun hingga pemerintah mengeluarkan izin untuk memproduksi dan menjual obat tersebut.
Bersamaan dengan merebaknya Covid-19, Ivermectin telah menjadi penjual panas di pasar gelap. Hal ini dipicu usai uji klinis di Australia dan Amerika Serikat, yang menunjukkan bahwa selain efektif melawan parasit, ia juga membantu mencegah virus berkembang biak.
Dokter di rumah sakit negara telah meresepkan obat spektrum luas dan bukti empiris menunjukkan bahwa sekarang digunakan secara luas, bahkan di antara direktur di ruang rapat perusahaan, baik sebagai profilaksis dan juga pada awal penyakit.
Walaupun pihak berwenang masih belum mengetahui kemanjuran Ivermectin, terhadap Covid dan akan menunggu lima atau enam bulan lagi, sebelum Kementerian Kesehatan Indonesia menerima hasil uji coba sendiri, yang dilaporkan dari 10.000-20.000 pasien di sepuluh rumah sakit milik pemerintah.
Kementerian telah mengatakan sedikit tentang uji coba itu, dan sudah ada keluhan tentang kurangnya transparansi, dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, BPOM mengeluarkan tanggapan yang bertentangan, terhadap laporan bahwa itu telah disetujui untuk penggunaan darurat.
Sementara itu, Haryoseno terpaksa meminta maaf kepada BPOM, atas dugaan klaim tiga pengurusnya, bahwa masyarakat bebas membeli tablet yang dipasarkan dengan nama Ivermax 12, tanpa perlu resep atau pengawasan dokter.
Faktanya, Ivermectin pasar gelap impor telah dijual bebas pada awal April 2020, ketika Harsen pertama kali mengajukan izinnya, praktik pengobatan sendiri yang tidak diatur yang berlaku untuk hampir semua obat yang dijual oleh apotek Indonesia.
Berdasarkan dugaan BPOM, Haryoseno masih menghadapi tuntutan pidana mengimpor bahan baku Ivermectin secara ilegal, mengedarkan obat tanpa izin, memperpanjang tanggal kedaluwarsa, dan mempromosikannya sebagai pengobatan yang efektif melawan Covid-19.
Harsen akhirnya mendapat izin untuk mendistribusikan Ivermectin sebagai obat parasit pada 20 Juni tahun ini. Tapi itu segera ditarik hanya seminggu kemudian ketika pejabat BPOM menyita seluruh persediaan pil dalam penggerebekan di gudang Jakarta.
Sedangkan yang tidak begitu diketahui, bahwa perusahaan farmasi milik negara PT Indofarma Tbk telah mendapatkan lisensi serupa seminggu sebelum Harsen menerima persetujuannya. Dan tampaknya tanpa harus melalui proses yang sama berkepanjangan.
Indofarma dengan cepat mengumumkan rencana untuk memproduksi 4,5 juta pil, bahkan sebelum uji klinis dimulai. Hal itu menimbulkan spekulasi bahwa Menteri Negara BUMN Erick Thohir berkonflik dengan Kepala BPOM Penny Lukito mengenai apakah akan menunggu hasil persidangan.
Thohir dan kepala staf kepresidenan Moeldoko telah secara terbuka mempromosikan Ivermectin sebagai pengobatan yang efektif untuk penyakit ini meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa itu hanya boleh digunakan dalam pengaturan klinis tertentu, sebagaimana dilansir dari Asia Times pada Kamis, tanggal 22 Juli 2021.
Didorong oleh pengaruh media sosial, dan lonjakan infeksi virus corona baru telah memvonis Indonesia, sebagai episentrum Pandemi Global. Obat tersebut telah beredar di pasaran dalam beberapa pekan terakhir, sebagai obat ajaib yang disebut-sebut untuk para korban Covid yang sedang isolasi mandiri di rumah.
Organisasi pemantau nirlaba, Lapor Covid telah melaporkan bahwa sebanyak 721 pasien meninggal, dalam isolasi mandiri dalam rentang awal Juni dan 21 Juli, bersamaan dengan banyak kasus, karena bangsal rumah sakit yang meluap.
Khawatir dengan kenaikan harga, Thohir telah membebaskan Kimia Farma, rantai apotek negara, untuk menjual persediaan obat terbatas pada 7.885 rupiah (54 sen) per tablet 12 miligram, dibandingkan dengan harga internasional rata-rata $4,60.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, yang bertanggung jawab atas langkah-langkah darurat yang diperkenalkan untuk melawan peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kasus virus corona, mempertimbangkan perdebatan dengan mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan meresepkannya untuk pasien dengan gejala ringan.
“Berhasil, jadi lakukan saja,” katanya dalam wawancara podcast, merujuk pada saran yang dia terima dari seorang dokter di satu rumah sakit negara. “Ini darurat. Selama itu baik untuk rakyat dan ada bukti kuat, kenapa tidak?”
Tetapi sumber di industri farmasi mengatakan Indofarma tidak memiliki cukup bahan baku yang memenuhi standar Praktik Manufaktur yang Baik (CGMP) internasional saat ini dan mungkin harus menunggu berbulan-bulan untuk pasokan segar sebelum masuk ke produksi massal.
Haryoseno mengatakan pemerintah telah memberi tahu dia bahwa penangguhan lisensinya pada akhirnya akan dicabut, tetapi seperti yang dia katakan kepada Asia Times: “Kami tidak tahu kapan. Mungkin bulan depan atau mungkin tahun depan. Kami berharap kasus ini segera terselesaikan dan suatu hari kami dapat memproduksi Ivermectin untuk mengobati Covid.”katanya.
Sumber : Asia Times