PARANGMAYA – Sejumlah 700 peserta Ijtima Ulama, mengeluarkan 4 sikap terkait Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021.
Ratusan peserta ini terdiri dari berbagai elemen, antara lain : (1) Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat (2)Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat (3) pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat (4) Pimpinan MUI Provinsi (6) Pimpinan Majelis Fatwa Ormas Islam (7) Pimpinan pondok pesantren (8) Pimpinan Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di Indonesia
Sikap tersebut diambil melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11 November 2021 di Jakarta. Dan oleh ditutup Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas, sebagaimana dilansir dari situs resmi mui.or.id pada Kamis, tanggal 11 November 2021.
Berkenaan dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia VII, memutuskan :
1. MUI mengapresiasi niat baik dari Mendikbudristek untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi. Namun demikian, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi telah menimbulkan kontroversi, karena prosedur pembentukan peraturan dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah UU No. 15 Tahun 2019 dan materi muatannya bertentangan dengan syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
2. Ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada frasa “tanpa persetujuan korban” dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, bertentangan dengan nilai syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
3. Ketentuan-ketentuan yang dikecualikan dari frasa “tanpa persetujuan korban” dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi terkait dengan korban anak, disabilitas, situasi yang mengancam korban, di bawah pengaruh obat-obatan, harus diterapkan pemberatan hukuman.
4. Meminta kepada Pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi/merevisi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, dengan mematuhi prosedur pembentukan peraturan sebagaimana ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019, dan materi muatannya wajib sejalan dengan syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Pembahasan peraturan tersebut merupakan salah satu dari 12 poin yang dibahas dan disepakati. Pengambilan sikap dan keputusan dalam forum tersebut merupakan pertemuan rutin tiga tahunan.***
Sumber : MUI