PARANGMAYA – Suatu hari Abu Nawas mendapat tantangan dari Baginda Raja Harun Al Rasyid. Dia diberi tugas memindahkan istana sang maharaja. Sang Raja ingin agar Abu Nawas memindahkan istananya ke atas gunung. Sehingga beliau dapat meluasa menikmati pemandangan disekelilingnya.
Kehendak tersebut terinspirasi oleh kehebatan Raja Sulaiman, yang mampu memerintahkan, para jin memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat istananya. Untuk mewujudkan keinginannya terlintas dalam benaknya adalah nama Abu Nawas. Singkatnya, beliau memanggil Abu Nawas ke Istananya.
Setelah Abu Nawas dihadapkan, Baginda berucap :”Sanggupkah engkau memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?
Abu Nawas terdiam sambil berpikir sejenak sampai-sampai keningnya berkerut. Dia berpikir bahwa mustahil bisa menolak perintah Baginda kecuali, dia bersedia untuk dihukum. Terpaksa dia menyanggupi proyek raksasa itu. Proyek itu ditetapkan oleh baginda raja harus kelar dalam waktu sebulan.
Setelah menerima proyek tersebut, dia pulang dengan hati yang galau. Hampir tiap malam ia hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari- hari dilewati dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari ini. bukan Abu Nawas kalau tak bisa menyelesaikan tugas yang maha berat dari Baginda Raja Harun Al Rasyid. Tepatnya pada hari kesembilan tak lagi merasa gundah gulana. Dia memutuskan untuk menghadap sang raja.
Pada hari ke sepuluh Abu Nawas menghadap Baginda untuk membahas pemindahan istana.
Abu Nawas datang dan langsung mengutarakan tujuannya. “Ampun Tuariku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti.” katanya.
Baginda Raja : “Apa usul itu wahai Abu Nawas ?
Abu Nawas :”Hamba telah menetapkan waktu pemindahan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi.” paparnya.
Baginda Raja : “Kalau hanya itu usulmu, baiklah.”
Abu Nawas : “Satu lagi Baginda
Baginda Raja : “Apa lagi?” tanyanya
Abu Nawas : “Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada para fakir miskin.” katanya. Raja langsung berkata “Usulmu kuterima Abu Nawas”.
Abu Nawas akhirnya pulang dengan perasaan riang gembira dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia berpikir, toh nanti bila waktunya sudah tiba, dia pasti akan dengan mudah memindahkan istana Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan Istana Raja ke puncak gunung, ke dasar samudera pun Abu Nawas sanggup.
Kabar mega proyek yang akan dijalankan oleh Abu Nawas, sontak menjadi buah bibir warga diseluruh pelosok negeri. Hampir semua orang harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pernah gagal dalam melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya.
Segolongan orang lainnya meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini. Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba, rakyat berbondong-bondong menuju lapangan untuk melakukan salat Hari Raya Idul Qurban. Dan seusai shalat, sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera dibagikan kepada fakir miskin.
Setelah itu, kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu. Abu Nawas berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Pada saat sampai di depan istana, Abu Nawas bertanya kepada Baginda Raja, “Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?”. Baginda menjawab, “Tidak ada.” jawab Baginda Raja singkat.
Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana. la berdiri sambil memandangi istana. Dia berdiri mematung seakan – akan dia sedang menunggu sesuatu.
Baginda Raja akhirnya tidak sabar, dan berkata Hai Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?” tagihnya Abu Nawas menjawab dengan lugas “Hamba sudah siap sejak tadi Baginda.”tegasnya.
Baginda Raja : “Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu apa yang engkau tunggu? ” tanya Baginda yang masih diliputi perasaan heran.
Abu Nawas : “Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir, untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah Paduka.” Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana dan tertegun. Beliau tidak menyangka Abu Nawas masih bisa keluar dari lubang jarum. ***