PARANGMAYA – Ulil Abshar Abdalla, menyoroti perkembangan dunia Universitas, dalam dua dekade terakhir. Dia menodong buku dari kalangan ilmuwan sosial. Sudahkah mereka memiliki karya yang layak untuk diperdebatkan.
“Dalam sepuluh-dua puluh tahun terakhir ini, adakah buku karya ilmuwan sosial kita yang layak dipercakapkan?
Pentolan JIL (Jaringan Islam Liberal) ini menilai, bahwa ribuan jurnal yang lahir dari kampus, dan nyaris tak ada percakapan.
Dia berpendapat, bahwa kelangkaan perdebatan antar sarjana, seperti memberi kesan bahwa mereka hanya berebut menulis artikel, di jurnal. Padahal perbaikan iklim pengetahuan, dilahirkan dari percakapan.
“Ribuan jurnal lahir dari kampus kita, tapi tampaknya, tak ada percakapan ilmiah di antara mereka. Masing2 sarjana berebut menulis artikel di jurnal, tetapi antara mereka tak ada diskusi, saling kritik. Bagaimana berharap ada perbaikan iklim pengetahuan jika tak ada percakapan?,”tanyanya.
Selanjutnya, dia menyodorkan hipotesis, pertama apakah ribuan jurnal ilmiah produksi oleh kampus itu memiliki signifikansi kepada perbaikan iklim pengetahuan.
Kedua apakah ribuan jurnal ilmiah produksi kampus itu malah hanya memiliki signifikansi kepada syarat akreditasi saja.
“Apakah ribuan jurnal “ilmiah” yg diproduksi kampus2 kita itu benar2 membuat iklim ilmiah kita membaik? Ataukah sekedar memenuhi syarat akreditasi saja?.
Ribuan jurnal lahir dari kampus kita, tapi tampaknya, tak ada percakapan ilmiah di antara mereka. Masing2 sarjana berebut menulis artikel di jurnal, tetapi antara mereka tak ada diskusi, saling kritik.
Bagaimana berharap ada perbaikan iklim pengetahuan jika tak ada percakapan?
— Ulil Abshar-Abdalla #SudahVaksin (@ulil) August 9, 2021
Apakah ribuan jurnal "ilmiah" yg diproduksi kampus2 kita itu benar2 membuat iklim ilmiah kita membaik? Ataukah sekedar memenuhi syarat akreditasi saja?
Dalam sepuluh-dua puluh tahun terakhir ini, adakah buku karya ilmuwan sosial kita yg layak dipercakapkan?
— Ulil Abshar-Abdalla #SudahVaksin (@ulil) August 9, 2021
***
Sumber : Twitter