PARANGMAYA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis menilai bahwa menggeser hari libur keagamaan sudah tak relevan. Karena “Saat WFH dan Covid-19 mulai reda bahkan hajatan nasional mulai normal,”katanya. Ditambah dengan “alasan agar tak banyak mobilitas liburan warga, dan tidak berkerumun,”jelasnya.
Dia menegaskan bahwa “Keputusan lama yang tak diadaptasikan dengan berlibur pada waktunya merayakan acara keagamaan,”ucapnya.
“Saat WFH dan Covid-19 mulai reda bahkan hajatan nasional mulai normal sepertinya menggeser hari libur keagamaan dengan alasan agar tak banyak mobilitas liburan warga dan tidak berkerumun sudah tak relevan. Keputusan lama yang tak diadaptasikan dengan berlibur pada waktunya merayakan acara keagamaan,”ucapnya.
KH Cholil menjelaskan bahwa libur Hari Besar Keagamaan (HBK) di Indonesia jumlahnya paling banyak, karena Indonesia menghormati hari besar tersebut. Sehingga menurutnya bahwa “Jadi libur itu mengikuti HBK bukan HBK yang mengikuti hari libur.
“Indonesia paling banyak libur kerja karena menghormati hari besar keagamaan (HBK). Jadi libur itu mengikuti HBK bukan HBK yang mengikuti hari libur. Jika ada penggeseran hari libur ke setelah atau sebelum HBK berarti bonus karena kita memang selalu libur.
Dia juga menambahkan bahwa, keputusan hukum yang didasarkan pada sebuah kedaruratan, akan kembali kepada hukum asalnya ketika kondisi kedaruratannya telah hilang.
“Suatu keputusan hukum yang landasannya karena darurat jika daruratnya sudah hilang maka hukumnya berubah ke hukum asalnya,”jelasnya.
Saat WFH n Covid-19 mulai reda bahkan hajatan nasional mulai normal sepertinya menggeser hari lebir keagaama dg alasan agar tak banyak mobilitas lburan warga n tdk berkerumun sdh tak relevan. Keputusan lama yg tak diadaptasikan dg berlibur pd waktunya merayakan acara keagamaan
— cholil nafis (@cholilnafis) October 11, 2021
Sumber : Twitter